Tulisan ini
menanggapi tulisan Zulfa "Manusia Kera dan Teori Darwin"
(BPost 11-2-2003). Kebetulan sehari setelah
tulisan itu muncul, 12 Februari, adalah hari ulang tahun
Charles Darwin yang ke-194, seandainya ia masih hidup.
Yang selama ini memprihatinkan saya adalah pandangan
sebagian anggota masyarakat kita bahwa teori evolusi
(teori Darwin) adalah teori yang mengatakan bahwa
manusia berasal dari kera. Saya percaya Zulfa tidak
termasuk yang demikian, walaupun hampir di seluruh
bagian tulisannya ia membahas tentang asal-usul manusia.
Representasi keliru tentang teori evolusi tadi
berpengaruh terhadap cara banyak agamawan [Islam] kita
berbicara tentang evolusi. Dengan berbagai argumen dan
dalil, mereka berusaha menggugurkan teori evolusi. Akan
tetapi, yang sebenarnya terjadi adalah mereka berusaha
menyanggah bagian kecil dari teori evolusi: bahwa
manusia pun adalah produk evolusi. Mereka mungkin lupa
(atau tidak tahu?) bahwa teori evolusi dimaksudkan
berlaku untuk semua jenis (spesies) makhluk hidup, bahwa
manusia hanyalah satu dari sekitar 1,5 juta spesies yang
ada di bumi saat ini (malah ada yang menaksir sampai 50
juta spesies!).
Itulah sebabnya saya belakangan ini agak malas
berbicara tentang evolusi manusia. Baiklah, kita anggap
saja dulu bahwa spesies manusia memang tidak terbentuk
melalui proses evolusi. Akan tetapi, bagaimana dengan
1.499.999 (atau 49.999.999) spesies yang lain? Apakah
sebuah teori lantas runtuh hanya oleh perkecualian
sebesar 0,0000007%?
Dalam Seminar Menggugat Teori Darwin beberapa
bulan yang lalu, saya pernah menyampaikan jurus yang
pasti ampuh untuk mematahkan teori evolusi. Caranya
adalah mementahkan semua bukti yang dikatakan mendukung
teori itu dan menyodorkan fakta lain yang membantah
evolusi. Sekarang saya tambahkan jurus lain, yaitu
pergunakan argumen dan dalil yang menyangkut semua
makhluk hidup, atau setidaknya sebagian besar makhluk
hidup, tidak hanya manusia.
Salah seorang antievolusionis yang membahas evolusi
sebagaimana yang saya maksud tadi adalah Harun Yahya.
Bukunya The Evolution Deceit yang diterjemahkan
menjadi Keruntuhan Teori Evolusi, setahu saya
adalah yang terbaru saat ini di Indonesia. Saya yakin
buku itu menjadi rujukan penting antievolusionis di
negara kita, bahkan juga dipakai oleh sebagian pengajar
biologi di sekolah.
Buku itu menyajikan sejumlah argumen yang, terus
terang, ketika pertama membacanya saya akui cukup masuk
akal. Saya pikir, jika Anda hanya membaca buku itu,
niscaya Anda akan sependapat dengan pikiran penulisnya.
Apalagi jika Anda sebelumnya memang sudah antievolusi.
Asal Usul Kehidupan
Harun Yahya sangat mengeksploitasi ketidakmampuan
teori evolusi menjelaskan asal usul kehidupan. Ia sangat
menekankan kompleksitas struktur sel. Sel yang paling
sederhana pun memang terdiri atas mekanisme yang amat
kompleks.
Menurutnya, agar dapat berfungsi, sel pertama di bumi
haruslah sudah berupa sel yang utuh dan lengkap. Karena
itu, sel pertama tidak mungkin terbentuk melalui proses
bertahap dari sederhana (belum sempurna) menjadi lebih
dan lebih kompleks hingga menjadi sel sempurna. Sel yang
belum sempurna itu tidak bisa hidup dan berfungsi. Teori
evolusi yang mengatakan demikian hanyalah bualan yang
tidak masuk akal. Kemustahilan proses seperti itu
terjadi, menurutnya, sama dengan mustahilnya terjadi
sebuah buku dari ledakan sebuah kantor percetakan.
Apa yang diutarakan Harun Yahya tadi memang ada
benarnya. Tidak ada satupun ilmuwan yang bisa
membuktikan dan yakin sepenuhnya bahwa makhluk hidup
pertama, yang berupa sel purba, terbentuk secara
bertahap dari pergabungan materi anorganik pada kondisi
bumi purba. Semua hanya dugaan. Akan tetapi, apakah itu
berarti teori evolusi telah runtuh?
Mark Isaak (1998) mengatakan bahwa teori evolusi
tidak tergantung pada bagaimana kehidupan pertama
muncul. Dalam bahasa saya, "origin of species" tidak
sama dengan "origin of life". Teori evolusi tidak
menyangkut bagaimana makhluk hidup pertama muncul, ia
hanya membicarakan perubahan yang terjadi pada makhluk
hidup pertama yang sudah terbentuk itu hingga sekarang
dan yang akan datang. Teori asal usul kehidupan yang
dibantah habis-habisan oleh Harun Yahya tadi adalah
teori yang disebut abiogenesis. Menurut Isaak, benar
tidaknya teori abiogenesis tidak akan berpengaruh
terhadap teori evolusi.
Bukti
Menurut Harun Yahya tidak ada bukti sama sekali bahwa
evolusi telah terjadi. Ia mencontohkan varietas-varietas
anjing yang katanya juga dipakai sebagai contoh oleh
Darwin dalam bukunya "The Origin of Species". Semua itu,
menurutnya, hanyalah variasi genetik. Variasi itu
hanyalah hasil aneka kombinasi informasi genetik yang
sudah ada, dan tidak ada karakteristik baru pada
informasi genetik itu. Sebanyak apapun varietas dalam
spesies anjing, yang terbentuk secara alami ataupun
hasil persilangan, mereka semua tetap saja anjing. Tidak
pernah terbentuk spesies baru (yang bukan anjing) dari
anjing. Perubahan seperti itu memerlukan penambahan
informasi genetik, dan penambahan itu tidak mungkin
terjadi dalam variasi.
Sehubungan dengan fosil, Harun Yahya menekankan
betapa catatan fosil bukannya mendukung teori evolusi,
tetapi malah membantahnya. Menurutnya, jika memang
terjadi perubahan dari satu spesies menjadi spesies
lain, tentu ada bentuk peralihannya. Melihat banyaknya
spesies makhluk yang ada, apalagi yang pernah ada, tentu
bentuk peralihan itu juga sangat banyak, bahkan lebih
banyak dari jumlah spesies yang ada sekarang. Yang lebih
penting, bentuk transisi itu pastilah terdapat pada
catatan fosil di seluruh penjuru dunia. Kenyataannya,
menurutnya, tidak satupun bentuk transisi ditemukan, dan
semua fosil yang ditemukan justeru membuktikan bahwa
kehidupan muncul di bumi secara tiba-tiba dan dalam
bentuk yang telah lengkap.
Akan tetapi, ternyata beberapa pengertian tentang
variasi yang dianut oleh Harun Yahya berbeda dengan yang
dikemukakan oleh evolusionis. Volpe (1985)
mendefinisikan evolusi sebagai perubahan komposisi
genetik suatu populasi dalam perjalanan waktu.
Selanjutnya, evolusi dibagi menjadi mikroevolusi dan
makroevolusi. Mikroevolusi adalah perubahan frekuensi
gen dalam sebuah populasi lokal, sedangkan makroevolusi
adalah transformasi utama organisme dalam waktu geologi.
Kemudian, variasi genetik didefinisikan sebagai
perbedaan genetik di antara anggota-anggota sebuah
populasi (Griffith et al., 1996).
Jadi, yang dimaksud oleh Harun Yahya dengan variasi
genetik itu ternyata oleh evolusionis disebut
mikroevolusi. Dengan demikian, dalam pandangan
evolusionis, karena antievolusionis seperti Harun Yahya
mengakui adanya variasi genetik (menurut definisi
antievolusionis) sebenarnya mereka mengakui adanya
mikroevolusi.
Mengenai makroevolusi, evolusionis mengakui bahwa
memang tidak pernah ada yang mengamatinya secara
langsung. Apakah itu lantas berarti bahwa makroevolusi
tidak pernah terjadi? Evolusionis justeru yakin akan
terjadinya. Alasannya, ada petunjuk kuat yang
mengindikasikan bahwa makroevolusi memang terjadi (Duck,
1998).
Di antara petunjuk itu (Colby, 1996) adalah persamaan
yang amat besar di antara semua makhluk hidup dalam hal
materi genetik, yakni DNA. Hanya ada 4 macam nukleotida,
dan hanya ada 64 kodon yang menyandikan 20 macam asam
amino untuk semua makhluk hidup (dengan sedikit sekali
perkecualian). Semua kenyataan itu mustahil terjadi
apabila spesies-spesies makhluk hidup terbentuk
sendiri-sendiri. Penjelasan yang jauh lebih masuk akal
adalah bahwa itu terjadi karena spesies-spesies berasal
dari moyang yang sama. Dari spesies moyang yang sama
terbentuk berbagai spesies yang lain, itulah
[makro]evolusi.
Isaak membantah keras bahwa tidak ada fosil transisi,
dan mengatakan bahwa sejak zaman Darwin telah ditemukan
ribuan fosil transisi. Diakuinya bahwa catatan fosil
memang masih "belang-kambingan", dan akan selalu
demikian akibat erosi dan jarangnya tercapai kondisi
yang cocok untuk pemfosilan. Di samping itu, transisi
mungkin terjadi di populasi kecil, di kawasan yang
sempit, dan/atau dalam jangka waktu yang relatif amat
pendek, yang semuanya memperkecil kemungkinan
mendapatkan fosil transisi.
Selain itu, ungkap Duck (1998), paleontologiwan (ahli
fosil) kesulitan untuk menetapkan apa yang disebut
peralihan. Dicontohkannya, ada 10 marble yang bergradasi
dari hitam sampai putih. Kesepuluh buah itu harus
dikelompokkan menjadi 3 kelompok (A, B, C). Namun,
lantas ada yang menuding bahwa tidak ada intermediat
antara A dan B. Lagi pula, pengelompokan oleh orang yang
berbeda bisa memberi hasil yang berbeda pula. Begitu
juga dengan fosil transisi. Yang disebut peralihan oleh
seseorang (evolusionis) bisa saja dikatakan bukan
peralihan oleh yang lain (antievolusionis).
Bukan maksud saya untuk mengajak pembaca menjadi
evolusionis. Saya sudah cukup puas jika pembaca jadi
menyadari bahwa perdebatan mengenai evolusi masih terus
berlangsung hingga sekarang. Bagi yang sudah membaca
buku Keruntuhan Teori Evolusi (dan sependapat dengan
Harun Yahya penulisnya), dapat saya katakan bahwa banyak
isi buku itu yang masih bisa dijawab oleh evolusionis.
Abdul Gafur
Dosen PS Biologi
FMIPA Unlam